Wednesday 5 June 2013

RESIKO MENYETIR PADA USIA REMAJA

Berdasarkan data WHO diketahui bahwa kecelakaan mobil merupakan penyebab utama kematian pada remaja usia 10-14 tahun, yaitu 27 kematian per 100.000 orang per tahunnya. Dari jumlah tersebut ternyata 2/3 dari total kecelakaan dialami oleh remaja laki-laki. Menarik untuk menyimak bahwa kemungkinan besarnya risiko untuk terjadi kecelakaan, akan semakin meningkat bila remaja menyetir bersama temannya. Dengan satu penumpang sebesar 38%, menyetir dengan 2 penumpang sebesar 223%, menyetir dengan 3 penumpang atau lebih sebesar 400% , sedangkan menyetir sendiri sambil menggunakan telepon seluler memiliki risiko 410% untuk mengalami kecelakaan.

Adapun remaja yang memiliki risiko tinggi untuk mengalami kecelakaan, yakni:
  1. Belum terampil dalam berkendara (frekuensi tertinggi adalah 0-18 bulan setelah kepemilikan SIM)
  2. Mengebut di jalan raya (yang dilakukan oleh 38% remaja laki-laki dan 25% remaja perempuan)
  3. Menumpang pada teman sebaya
  4. Menyetir pada malam hari (pada Pk. 21.00-Pk. 06.00)
  5. Menyetir dalam pengaruh alkohol dan obat-obatan
  6. Kondisi kendaraan yang tidak baik (sabuk pengaman yang tidak memadai atau mobil lama/old car)
  7. Menggunakan telepon seluler pada saat menyetir (memiliki risiko 4x untuk terjadi kecelakaan).

Fenomena tingginya kecelakan pada remaja dapat diterangkan secara neurosains. Otak emosional yang belum terkontrol pada remaja merupakan penyebab utamanya. Otak manusia terdiri dari empat lobus, yaitu lobus frontal, lobus parietal, lobus temporal, dan lobus oksipital. Pada lobus frontal memiliki fungsi untuk memecahkan masalah, mempertimbangkan sesuatu, menghambat perilaku, merencanakan sesuatu, memantau diri sendiri, kepribadian, emosi, mengatur sesuatu, memperhatikan, berkonsentrasi, mental-flexibility, berbicara, awareness of abilities, mengendalikan diri, dan melakukan sesuatu yang benar. Kegiatan menyetir dapat dilakukan atas kerja pada otak bagian.

Korteks prefrontal merupakan daerah otak yang paling terakhir mencapai kematangan. Bagian ini memegang kendali terhadap fungsi perencanaan, pengaturan, dan pengambilan keputusan. Perkembangan korteks prefrontal pada manusia berbeda-beda dan umumnya terjadi maksimal pada usia 25 tahun. Hal inilah yang menyebabkan remaja kurang memiliki kemampuan untuk menilai konsekuensi atau menyerap informasi, seperti orang dewasa pada umumnya.

Hipokampus yang terletak pada otak bagian tengah ini merupakan pusat pengaturan memori.
Amigdala yang juga terletak di otak tengah berfungsi sebagai pusat kendali emosi. Sebagian besar perilaku remaja dipengaruhi oleh amigdala sehingga mereka dapat bertindak secara irasional dan emosional.

Sehingga beberapa hal yang membedakan otak remaja dan dewasa adalah :

Emotional Rollercoaster dimana Amigdala berkembang pesat sehingga membuat pusat emosi teraktivasi berlebihan. Pada akhirnya, remaja berpikir dengan emosi mereka dan menganggap bahwa sesuatu dapat menjadi ancaman bagi dirinya.
 
Sifat Impulsif. Sifat ini berhubungan dengan serotonin, yaitu neurotransmitter yang mengatur tidur dan rasa rileks seseorang. Pada remaja kadar serotonin dalam tubuh rendah sehingga seorang remaja dapat bersifat impulsif.
 
Sifat Pengambil Risiko. Sifat ini berhubungan dengan dopamine, yaitu neurotransmitter yang mengatur mood dan perasaan senang. Kadar dopamine dalam tubuh remaja yang tinggi membuat remaja mengalami fase hungry for stimulation atau perilaku suka mengambil risiko. Pada remaja laki-laki, adanya hormon testosteron diketahui dapat memperkuat kinerja dopamine. Selain itu, 60% sifat pengambil risiko pada remaja ternyata dapat diturunkan oleh orang tua atau bersifat genetik.
 
Kemampuan Penilaian. Istilah The teen brain is like a race car without brakes (otak remaja seperti sebuah mobil balap tanpa rem) memiliki maksud bahwa remaja memiliki kemampuan penilaian yang buruk sehingga dianggap tidak memiliki rem, sedangkan amigdala sebagai bensin dapat berfungsi maksimal. Perkembangan korteks prefrontal yang belum sempurna dapat berpengaruh dalam pengambilan keputusan, termasuk mempertimbangkan konsekuensi yang ada serta kurangnya kemampuan dalam menilai tindakan/ keputusan yang mungkin berbahaya.

No comments:

Post a Comment